“... bangsa yang telah mempertaruhkan jiwa-raga dan harta benda untuk segumpal pengertian abstrak bernama kehormatan.” (Miriam de la Croix dalam Bumi Manusia).
Tanggal 17 Agustus merupakan hari bersejarah bagi bangsa seribu pulau ini, karena pada tanggal itulah Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya pada tujuh puluh satu tahun silam. Saat ini, kemerdekaan yang telah memasuki usia 71 tahun dapat disebut sebagai usia lansia jika diukur berdasarkan pandangan umur manusia. Akan tetapi, bagi sebuah bangsa, usia 71 tahun bisa dibilang usia yang cukup matang dalam menghadapi tantangan dan mulai menapaki jalan untuk menjadi bangsa yang maju.
Pada awalnya, benih kemerdekaan tercipta dari kesadaran nasionalisme yang kuat di kalangan pelajar Hindia Belanda. Kesadaran nasionalisme adalah kesadaran mengenai jati diri suatu bangsa. Kesadaran yang muncul tersebut didukung pula oleh paham liberal yang sedang berkembang di Belanda, yang mana aliran ini pada akhirnya mendesak pemerintah Kerajaan Belanda untuk melakukan pembayaran utang budi kepada rakyat Hindia Belanda yang telah memberikan kontribusi yang besar bagi kesejahteraan masyarakat Belanda.
Kesadaran nasionalisme yang muncul di kalangan pribumi terjadi pada mereka yang taraf hidupnya termasuk golongan sejahtera serta memiliki akses pada ilmu pengetahuan. Mereka adalah kelompok elit yang melek aksara, biasa berdiskusi dan mampu mengamati keadaan di Hindia Belanda. Hingga kemudian, dari aktivitas membaca tersebut terbukalah wawasan mereka untuk berorganisasi dan membentuk organisasi-organisasi pergerakan.
Perjuangan intelektual ini dimulai secara bertahap dan berlangsung cukup lama. Ilmu pengetahuan dan wawasan yang dipelari oleh golongan terpelajar Hindia Belanda lewat buku sastra, surat kabar, hingga buku ideologi pada gilirannya membuka pikiran mereka untuk memahami pentingnya ilmu pengetahuan sebagai gerbang bagi kesadaran diri dalam upaya memberantas penjajahan yang berlangsung saat itu.
Menilik jejak sejarah perjalanan kemerdekaan yang dimulai dengan aktivitas membaca dapat menjelaskan bagaimana cara bangsa kita mentransfer pengetahuan akan kesadaran nasionalisme. Tidak heran jika generasi muda yang peduli pada nasib bangsa masa kemerdekaan sangat gemar membaca dan getol menulis berbagai karya demi menularkan pengetahuannya tentang kemerdekaan.
Hingga saat ini di usia 71 tahun kemerdekaan, kebudayaan membaca agaknya telah luntur, padahal teknologi sudah semakin maju dan informasi menjadi begitu mudah didapat. Peran teknologi tidak dimanfaatkan untuk memperkaya wawasan, ia malah terkesan menggeser kebudayaan membaca menjadi prioritas yang ke-sekian. Aktivitas membaca yang dulu dipandang elit, kalah populer dengan aktivitas bermain games online, menonton film, dan berinteraksi lewat media sosial. Memang aktivitas memanfaatkan dunia internet tersebut tidak lepas dari aktivitas membaca, tapi apakah termasuk dalam membaca yang berkualitas? Itulah yang menjadi problematika Indonesia masa kemerdekaan ini.
Pentingnya membaca bacaan yang berkualitas nyatanya belum disadari bagi sebagian masyarakat Indonesia. Data statistik UNESCO pada 2012 menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, dari 1.000 penduduk, hanya satu warga yang menggemari aktivitas membaca. Menurut indeks pembangunan pendidikan UNESCO ini, Indonesia berada di nomor urut 69 dari 127 negara.
Kebudayaan membaca yang berkualitas perlu mendapat perhatian dari semua pihak. Lewat peringatan hari kemerdekaan Indonesia ke-71 ini, marilah kita jadikan sebagai momentum untuk memerdekakan diri dari rasa malas membaca yang masih menjajah bangsa ini. Membaca dapat membuka jendela pengetahuan yang berguna bagi bangsa agar dapat terus berkembang, bersaing, dan menata diri. Generasi muda harus mulai menyadari pentingnya aktivitas membaca berkualitas seperti membaca buku, paper, jurnal, surat kabar, atau memanfaatkan internet untuk mengakses website-website yang menawarkan e-book yang bermanfaat dan berkualitas.
Dahulu, membaca adalah sebuah perjuangan dan sarana untuk mengusir penjajahan. Jangan sampai catatan emas itu terhapus karena generasi muda sekarang ini malas membaca. Sudah waktunya bagi Indonesia untuk berjuang membangun sumber daya generasi muda yang berwawasan luas dan kreatif lewat bacaan berkualitas. Membaca dan berkarya akan menjadi langkah awal untuk menumbuhkan rasa nasionalisme agar generasi muda kita lebih mencintai Indonesia sebagai negeri tumpah darahnya. Dirgahayu RI ke-71. Merdeka![]