Istilah
sociopreneur atau
sociopreneurship pasti sudah tidak asing lagi di telinga Anda, kan? Ya, akhir-akhir ini
sociopreneur menjadi jenis profesi yang cukup digandrungi dan mulai mendapat perhatian. Lantas, hal apa sajakah yang menjadikan
sociopreneur atau
sociopreneurship menarik untuk dibahas? Yuk kita bahas satu per satu.
Sociopreneur atau
sociopreneuship merupakan gabungan dari kata
social (sosial) dan
entrepreneur/entrepreneurship (wirausaha/kewirausahawan). Maka,
sociopreneurship dapat diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan sosial melalui aktivitas kewirausahaan. Dengan kata lain,
sociopreneurship adalah sebuah bentuk kegiatan sosial tetapi berjiwa
entrepreneurship.
Sociopreneurship menitikberatkan pergerakannya ke arah pemberdayaan masyarakat. Adapun pemberdayaan masyarakat ini memiliki tujuan akhir untuk memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuannya tersebut untuk memajukan diri menuju kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan.
Menjadi seorang
sociopreneur harus memperhatikan tiga hal:
People, Profit, dan
Planet. People berarti seorang
sociopreneur harus memperhatikan orang-orang di sekitarnya, mulai yang terlibat dalam proses produksi hingga yang mengonsumsi produk tersebut.
Profit berarti seorang
sociopreneur harus bisa menghasilkan keuntungan guna menunjang kegiatan operasionalnya.
Planet berarti seorang
sociopreneur harus memperhatikan kelestarian lingkungan dalam menjalankan kegiatan berwirausaha sosial sebagai bentuk tanggung jawab sosial.
Menjadi seorang
sociopreneur tentu tidaklah mudah. Perlu proses yang panjang untuk menjadi seorang
sociopreneur yang andal. Belajar dengan cara langsung terjun ke lapangan merupakan hal yang baik, terutama jika sudah memilki bekal berupa dasar teori yang sudah teruji.
The Fruters Model merupakan salah satu model yang dapat digunakan oleh para
sociopreneur. Model ini pun sudah teruji dalam pengaplikasiannya.
Dalam buku
Sociopreneur Milenial, Dwi Purnomo menjelaskan bahwa The Fruters Model adalah model atau pola acuan dalam rantai pemberdayaan yang berasaskan pada
technopreneurship, di mana teknologi hasil penelitian dirancang dalam bentuk produk bernilai tambah dan diterapkan sebagai penggerak pemberdayaan yang bersifat sinergis antara berbagai pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan yang dimaksud di antaranya ialah Akademisi, Bisnis, Komunitas, Pemerintahan, dan Media. Sinergi antar pemangku kepentingan ini dikenal sebagai Pentahelix. Rangkaian kerja ini memiliki nilai serta dampak positif yang luas. Singkat kata, The Fruters Model merupakan sebuah model pemberdayaan IKM (Industri Kecil Menengah) dengan menebarkan manfaat pada setiap mata rantainya secara berkesinambungan.
“Dampak dari Fruters Model ini sangat baik, dengan menciptakan produk inovatif berbasis bahan baku lokal dan pelibatan berbagai pemangku kepentingan. Dampaknya sangat positif untuk pengembangan perekonomian, sosial, pendidikan, dan pemerintahan,” tutur Dwi Purnomo dalam buku tersebut.
Bagaimana, tertarik untuk menjadi seorang
sociopreneur? Selain dapat menghasilkan profit dari usaha yang dibangun, menjadi seorang
sociopreneur juga membantu kita menyejahterakan orang-orang yang terlibat dalam kewirausahaan sosial kita. Luar biasa, kan? Ayo ramai-ramai jadi Sociopreneur Milenial!
Sumber buku :
Sociopreneur Milenial karya Dwi Purnomo, dkk diterbitkan Bitread: 2017.