Buku ini merupakan nalar kaum sarungan dalam merespon berbagai macam persoalan yang muncul di bumi Nusantara, baik berkaitan dengan iman, ibadah, kenabian, korupsi, terorisme, dekadensi moral, suluk, keadilan gender, kaum minoritas, maupun lingkungan. Nalar kaum sarungan di sini ditujukan kepada penulis sendiri yang memang berlatar santri dari kampung. Mengingat istilah sarung sendiri sangat lekat dengan santri dan kampung. Adapun pembahasan dalam buku ini dibagi menjadi tiga bagian: pertama, keislaman; kedua, keindonesiaan; dan ketiga; kemanusiaan. Buku ini ingin menegaskan dua hal, yaitu: pertama, kaum sarungan tetap setia kepada janji awal untuk terus membela dan melindungi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari segala macam ancaman dan penyakit bangsa; kedua, kaum sarungan yang identik dengan orang kampung dan santri harus tetap melek pengetahuan, baik menyangkut keislaman klasik dan kontemporer, keindonesiaan, maupun kemanusiaaan.<span 10pt;="" line-height:="" 115%;="" font-family:="" arial,="" sans-serif;="" background-image:="" initial;="" background-position:="" background-size:="" background-repeat:="" background-attachment:="" background-origin:="" background-clip:="" initial;"="">" name="description" /> Buku ini merupakan nalar kaum sarungan dalam merespon berbagai macam persoalan yang muncul di bumi Nusantara, baik berkaitan dengan iman, ibadah, kenabian, korupsi, terorisme, dekadensi moral, suluk, keadilan gender, kaum minoritas, maupun lingkungan. Nalar kaum sarungan di sini ditujukan kepada penulis sendiri yang memang berlatar santri dari kampung. Mengingat istilah sarung sendiri sangat lekat dengan santri dan kampung. Adapun pembahasan dalam buku ini dibagi menjadi tiga bagian: pertama, keislaman; kedua, keindonesiaan; dan ketiga; kemanusiaan. Buku ini ingin menegaskan dua hal, yaitu: pertama, kaum sarungan tetap setia kepada janji awal untuk terus membela dan melindungi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari segala macam ancaman dan penyakit bangsa; kedua, kaum sarungan yang identik dengan orang kampung dan santri harus tetap melek pengetahuan, baik menyangkut keislaman klasik dan kontemporer, keindonesiaan, maupun kemanusiaaan.<span 10pt;="" line-height:="" 115%;="" font-family:="" arial,="" sans-serif;="" background-image:="" initial;="" background-position:="" background-size:="" background-repeat:="" background-attachment:="" background-origin:="" background-clip:="" initial;"="">">